Rabu, 11 Maret 2015

WATER BIRTH



asuhan masa persalinan
B. Persalinan
1. Definisi persalinan
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan ( setelah 37 minggu ) tanpa disertai adanya penyulit ( Wiknjosastro, 2008: 37).
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam uterus melalui vagina ke dunia luar. ( Wiknjosastro, 2002: 180).
Tahap pertama persalinan dimulai dengan kontraksi yang teratur dan diakhiri dengan dilatasi serviks lengkap. ( Bobak, 2004:301)
Proses persalinan adalah saat yang menegangkan dan mencemaskan bagi wanita dan keluarganya. Pada kebanyakan wanita, persalinan dimulai saat terjadi kontraksi uterus pertama dan dilanjutkan dengan kerja keras selama jam-jam dilatasi dan melahirkan dan berakhir ketika wanita dan keluarganya memulai proses ikatan dengan bayi. Perawatan ditujukan untuk mendukung wanita dan keluarganya dalam melalui proses persalinan supaya dicapai hasil yang optimal bagi semua yang terlibat. (Bobak, 2004:301)
  1. 2.    Sebab-sebab mulainya persalinan
Menurut Wiknjosastro (2002:18), sebab – sebab terjadinya persalinan sampai kini masih merupakan teori – teori yang kompleks. Perubahan-perubahan dalam bioikimia dan biofisika telah banyak mengungkapkan mulai dan berlangsungnya partus, antara lain :
  1. a.                                                           a. Penurunan kadar hormon estrogen dan progesteron
Seperti diketahui progesterone merupakan penenang bagi otot-otot uterus. Menurunya kadar kedua hormone ini terjadi kira-kira 1-2 minggu sebelum partus dimulai.
  1. b.    Pengaruh prostaglandin
Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke 15 hingga aterm meningkat, lebih-lebih sewaktu partus.
  1. c.    Plasenta Menjadi Tua
Plasenta menjadi tua dengan tuanya kehamilan. Villi koriales mengalami perubahan-perubahan, sehingga kadar estrogen dan progesterone menurun.
Keadaan uterus yang terus membesar dan menjadi tegang mengakibatkan iskemia otot-otot uterus merupakan faktor yang dapat mengganggu sirkulasi utero plasenter sehingga plasenta mengalami degenerasi.
  1. d.    Teori berkurangnya nutrisi pada janin
Hal ini dikemukakan oleh Hippocrates untuk pertama kalinya. Bila nutrisi pada janin berkurang maka hasil konsepsi akan segera dikeluarkan. Faktor lain yang dikemukakan adalah tekanan pada ganglion servikale dari Flexus Frankenhauser yang terletak di belakang serviks. Bila ganglion ini tertekan, kontraksi uterus dapat dibangkitkan.
Uraian tersebut diatas adalah hanya sebagian dari banyak faktor-faktor kompleks sehingga his dapat dibangkitkan.Selanjutnya dengan berbagai tindakan, persalinan dapat pula di mulai (induction of labor) misalnya :
1)  Merangsang pleksus Frankenhauser dengan memasukkan beberapa gagang laminaria dalam kanalis servikalis
2)  Pemecahan ketuban
3)  Penyuntikan oksitosin (sebaiknya dengan jalan infus intravena), pemakaian prostaglandindan sebagainya
Dalam hal mengadakan induksi persalinan perlu diperhatikan bahwa serviks sudah matang (serviks sudah pendek dan lembek), dan kanalis servikalis terbuka untuk satu jari. Untuk menilai serviks dapat juga di pakai Skor Bishop, yaitu bila Bishop lebih dari 8, induksi persalinan kemungkinan besar akan berhasil.




















Tabel 2.13
Skor Bishop
Faktor
Nilai
Ket
0
1
2
3
Pembukaan serviks
0
1-2
3-4
≥ 5
Pembukaan adalah ukuran diameter leher rahim yang teregang. Ini melengkapi pendataran, dan biasanya merupakan indikator yang paling penting dari kemajuan melalui tahap pertama kerja.
Pendataran serviks (%)
0-30
40-50
60-70
≥ 80
Pendataran adalah ukuran regangan sudah ada di leher rahim. Hal ini dianalogkan dengan meregangkan karet gelang; sebagai karet ditarik lebih jauh, hal itu menjadi lebih kurus. Hal ini dipengaruhi oleh variasi individu dan operasi sebelumnya seperti loop eksisi untuk displasia serviks atau kanker.
Penurunan kepala diukur dari bidang HIII (cm)
-3
-2
-1, 0
+1, +2
Penurunan Kepala menggambarkan posisi janin “kepala dalam hubungannya dengan jarak dari iskiadika punggung, yang dapat teraba jauh di dalam vagina posterior (sekitar 8-10cm) sebagai tonjolan tulang. Angka negatif menunjukkan bahwa kepala lebih dalam, di atas punggung iskiadika.
Konsistensi serviks
Keras
Sedang
Lunak
-
Dalam primigravida leher rahim perempuan biasanya lebih keras dan tahan terhadap peregangan, seperti sebuah balon yang belum sebelumnya meningkat. Lebih jauh lagi, pada wanita muda serviks lebih tangguh daripada wanita yang lebih tua. Dengan pengiriman berikutnya leher rahim vagina menjadi kurang kaku dan memungkinkan untuk pelebaran pada jangka lebih mudah.
Posisi serviks
Kebelakang
Searah sumbu jalan lahir
Kedepan
-
Posisi leher rahim perempuan bervariasi antara individu. Sebagai lokasi anatomi vagina sebenarnya menghadap ke bawah, anterior dan posterior lokasi relatif menggambarkan batas atas dan bawah dari vagina.. Posisi anterior lebih baik sejajar dengan rahim, dan karena itu ada kemungkinan peningkatan kelahiran spontan.
  1. 3.    Tahapan persalinan
    1. Kala I (Kala Pembukaan)
Proses membukanya servik sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu :
1)  Fase laten (stadium saat tubuh ibu mulai menuju persalinan) : berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai mencapai ukuran diameter 3 cm.
2)  Fase aktif : dibagi dalam 3 fase lagi, yaitu :
a) Fase akselerasi, dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm menjadi 4 cm.
b) Fase dilatasi maksimal : dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm.
c) Fase deselerasi : pembukaan menjadi lambat kembali dalam waktu 2 jam pembukaan 9 cm menjadi lengkap.
Mekanisme membukanya serviks berbeda antara pada primigravida dan multigravida. Pada yang pertama ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks akan mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri ekstertum membuka. Pada multigravida ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. ( Wiknjosastro, 2002: 183).
Bidang-bidang Hodge :
  • Hodge I : Bidang yang dibentuk pada lingkaran pintu atas panggul dengan bagian atas simpisis dan promontorium.
  • Hodge II : Bidang ini sejajar dengan bidang-bidang hodge I terletak setinggi bagian bawah simpisis.
  • Hodge III : Bidang ini sejajar dengan bidang-bidang Hodge I dan II terletak setinggi spina ischiadica kanan dan kiri.
  • Hodge IV : Bidang ini sejajar dengan bidang-bidang hodge I, II dan III terletak setinggi os coccygis
(Wiknjosastro, 2002 : 110)
Ketuban akan pecah sendiri ketika pembukaan hampir atau telah lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan hampir lengkap atau telah lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum mencapai pembukaan 5 cm disebut ketuban pecah dini.
Pada primigravida kala I berlangsung kira – kira 13 jam, sedangkan pada multipara kira – kira 7 jam. (Wiknjosastro, 2002 : 183)
  1. Kala II ( pengeluaran )
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali. Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk ruang panggul, yang secara reflektoria menimbulkan rasa mengedan. Wanita merasa pula tekanan kepada rectum dan hendak buang air besar. Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his.
Bila dasar panggul sudah berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi di luar his dan dengan his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput di bawah simpisis dan dahi, muka dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai lagi mengeluarkan badan dan anggota bayi. Para primigravida kala II berlangsung rata – rata 1,5 jam dan pada multipara rata – rata 0,5 jam. ( Wiknjosastro, 2002: 184).
  1. c.   Kala III ( kala uri plasenta )
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uterus agak di atas pusat. Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 – 15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan pengeluaran darah.
( Wiknjosastro, 2002: 185).
  1. Kala IV
Mulai dari lahirnya prasenta dan lamanya 1 jam. Dalam kala itu diamati, apakah tidak terjadi perdarahan postpartum. ( Wiknjosastro, 2002: 186).
4. Tanda –tanda persalinan
  1. a.   Tanda Persalinan Sudah Dekat
1)    Lightening yang mulai dikira – kira dua minggu sebelum persalinan, dalah penurunan bagian persentasi bayi ke dalam pelpis minor. Wanita sering disebut lightening sebagai kepala bagian sudah turun, namun hal ini menimbulkan rasa tidak nyaman yang lain akibat tekanan bagian persentasi diarea pelvis minor.
Hal  hal yang spesifik berikut ini akan dialami ibu:
a)  Ibu jadi sering berkemih karena kandung kemih ditekan untuk ekspansi berkurang
b)  Perasaan tidak nyaman akibat tekanan panggul yang menyeluruh yang membuat ibu tidak nyaman.
c)  Kram pada tungkai, disebabkan oleh tekanan bagian persentasi pada saraf melalui foramen iskiadikum mayor menuju tungkai.
d)  Peningkatan stasis vena yang menghasilkan edema akibat persentasi pelpis minor menghambat aliran balik darah dari ekstermitas bawah.
2) His Permulaan ( Palsu)
Sifat dari his palsu terdiri dari kontraksi uterus yang sangat nyeri, yang memberi pengaruh signifikan pada serviks. Persalinan palsu ini dapat terjadi berhari – hari bahkan tiga atau empat minggu sebelum persalinan sejati. Sifatnya his pendahuluan ini tidak teratur yang memancar dari pinggang ke perut bagian bawah. Lamanya kontraksi pendek dan tidak bertambah kuat bila dibawa berjalan malah sering berkurang. (Varney, 2006:673)
  1. b.  Tanda persalinan
1) Terjadi his persalinan
His persalinan mempunyai sifat nyeri yang di sebabkan oleh kontraksi dari otot – otot rahim yang fisiologis. Nyeri karena disebabkan oleh anoxia dari sel – sel otot waktu kontraksi, perasaan nyeri tergantung juga pada ambang nyeri dari penderita yang ditentukan oleh keadaan jiwanya, kontraksi rahim bersifat: Lamanya kontraksi berlangsung 45 detik sampai 75 detik. Kekuatan kontraksi menimbulkan naiknya tekanan intrauterin sampai 35 mmHg. Pada permulaan persalinan his timbul sekali dalam 10 menit, pada kala pengeluaran sekali dalam 2 menit. Perubahan serviks juga terjadi akibat intensitas Braxon hicks. (Varney, 2006:673)
2) Terjadinya pengeluaran lender bercampur darah
Bloody show paling sering terlihat sebagai rabas lender bercampur darah yang lengket dan harus dibedakan dari perdarahan murni. Hal ini merupakan tanda persalinan yang akan terjadi, biasanya dalam 24 hingga 48 jam. (Varney, 2006:674)
5. Faktor – faktor yang mempengaruhi persalinan
  1. a.    Passenger (penumpang, yaitu janin dan plasenta)
Passenger atau janin bergerak di sepanjang jalan lahir merupakan akibat interaksi beberapa factor, yakni: ukuran kepala janin, presentasi, letak, sikap, dan posisi janin.
1)  Ukuran kepala janin
Karena ukuran dan sifatnya yang relative kaku, kepala janin sangat mempengaruhi proses persalinan. Tengkorak janin terdiri dari dua tulang parietal, dua tulang temporal, satu tulang frontal, dan satu tulang oksipital. Tulang-tulang ini disatukan oleh sutura membranosa: sagitalis, lambdoidalis, koronalis, dan frontalis.
Rongga yang berisi membran ini disebut fontanel, terletak di tempat pertemuan sutura-sutura tersebut.Dua fontanel yang paling penting ialah fontanel anterior dan posterior. Fontanel yang lebih besar, yakni fontanel anterior, berbentuk seperti intan dan terletak pada pertemuan sutura sagitalis, koronalis, dan frontalis.
Fontanel menutup pada usia 18 bulan. Fontanel posterior terletak di pertemuan sutura dua tulang parietal dan satu tulang oksipital dan berbentuk segitiga. Fontanel ini menutup pada usia 6 sampai 8 minggu.
A                                                                      B
GBR 2-4 Kepala janin pada aterm A Tulang dan B Suture dan fontanel.
Sutura dan fontanel membuat tengkorak fleksibel, sehingga dapat menyesuaikan diri terhadap otak bayi, yang beberapa lama setelah lahir terus bertumbuh. Akan tetapi, karena belum menyatu dengan kuat, tulang-tulang ini dapat saling tumpang tindih. Hal ini disebut molase, struktur kepala yang terbentuk selama persalinan. Kemampuan tulang untuk saling menggeser memungkinkannya beradaptasi terhadap berbagai diameter panggul ibu.
2)  Presentasi janin
Presentasi adalah bagian janin yang pertama kali memasuki pintu atas panggul dan terus melalui jalan lahir saat persalinan mencapai aterm. Tiga presentasi utama ialah kepala (kepala lebih dahulu),  96%;sungsang (bokong lebih dahulu, 3%;dan bahu,1%.
c

a

b
GBR 2-5 Presentasi janin a presentasi bokong, b presentasi kepala, dan c presentasi bahu.
3)  Letak janin
Letak adalah hubungan antara sumbu panjang (punggung) janin terhadap sumbu panjang (punggung) ibu. Ada dua macam letak :
a)    Memanjang atau vertical, dimana subu panjang janin pararel dengan sumbu panjang ibu
b)    Melintang atau horizontal, dimana sumbu panjang janin membentuk sudut terhadap sumbu panjng ibu.
Letak memanjang dapat berupa presentasi kepala atau presentasi sacrum (sungsang). Presentasi ini tergantung pada struktur janin yang pertama memasuki panggul ibu.
4)  Sikap janin
Sikap adalah hubungan bagian tubuh janin yang satu dengan bagian yang lain.Pada kondisi normal punggung janin sangat fleksi, kepala fleksi kea rah dada, danpaha fleksi kea rah sendi lutut.Penyimpangan sikap normal dapat menimbulkan kesulitan saat anak dilahirkan.
Diameter biparietal ialah diameter lintang terbesar kepala janin. Kepala yang berada dalam sikap fleksi sempurna memungkinkan diameter sukoksipitobregmatika (diameter terkecil) memasuki panggul sejati dengan mudah.
5)  Posisi janin
Posisi adalah hubungan antara bagian presentasi (osiput, sacrum, mentum [dagu], sinsiput [puncak kepala yang defleksi/menengadah]) terhadap 4 kuadran panggul ibu.
Engagement menunjukan bahwa diameter transversa terbesar bagian presentasi telah memasuki pintu atas panggul atau panggul sejati.
Stasiun adalah hubungan antara bagian presentasi janin dengan garis imajiner (bayangan) yang ditarik dari spina iskiadika ibu. Stasiun dinyatakan dalam sentimeter, yakni diatas atau dibawah spina. Contohnya, jika bagian presentasi berada 1 cm di atas spina, maka stasiun bagian presentasi tersebut adalah -1. Apabila bagian presentasi setinggi spina, maka stasiunnya adalah 0.
  1. b.    Jalan lahir ( passage )
Jalan lahir terdiri dari panggul ibu, yakni bagian tulang yang padat, dasar panggul, vagina, dan introitus (lubang luar vagina). Meskipun jaringan lunak, khususnya lapisan-lapisan otot dasar panggull, ikut menunjang keluarnya bayi, tetapi panggul ibu jauh lebih berperan dalam proses persalinan. Janin harus berhasil menyesuaikan dirinya terhadap jalan lahir yang relativ kaku. Oleh karena itu ukuran dan bentuk panggul harus ditentukan sebelum persalinan di mulai. Empat jenis panggul dasar dikelompokan sebagai berikut ini :
1)    Ginekoid (tipe wanita klasik)
2)    Android (mirip panggul pria)
3)    Anthropoid (mirip panggul kera anthropoid)
4)    Platipeloid ( panggul pipih
GBR 2-6 Jenis panggul
Panggul ginekoid adalah bentuk yang paling sering ditemui, bentuk panggul ginekoid dimiliki oleh 50% wanita.
Jaringan lunak
Jaringan lunak pada jalan lahir terdiri dari bawah segmen uterus yang dapat meregang, serviks, otot dasar panggul, vagina, dan introitus vagina (lubang luar vagina). Saat persalinan dimulai, kontraksi uterus menyebabkan korpus uteri berubah menjadi dua bagian, yakni bagian atas yang tebal dan berotot dan bagian bawah yang berotot pasif dan berdinding tipis. Suatu cincin retraksi fisiologis memisahkan kedua segmen ini.
  1. c.    Kekuatan
1)  Kekuatan primer
Kontraksi involunter berasal dari titik pemicu tertentu yang terdapat pada penebalan lapisan otot disegmen uterus bagian atas. Istilah yang digunakan untuk menggambarkan kontrasi involunterini adalah frekuensi (waktu antara kontraksi yaitu, waktu antara awal suatu kontraksi dan awal kontraksi berikutnya); durasi (lamanya kontraksi); dan intensitas (kekuatan kontraksi).
Effacement (penipisan) serviks adalah pemendekan dan penipisan serviks selama tahap pertama persalinan. Serviks yang dalam kondisi normal memiliki panjang  2-3 cm dan tebal sekitar 1 cm, terangkat keatas karena terjadi pemendekan gabungan otot uterus selama penipisan segmen bawah rahim pada tahap akhir persalinan.
Pada kehamilan aterm pertama, effacement biasanya terjadi lebih dahulu daripada dilatasi. Pada kehamilan berikutnya, effacement dan dilatasi cenderung terjadi bersamaan.tingkat effacement dinyatakn dalam 0%-100%.
Dilatasi serviks adalah pembesaran atau pelebaran muara dan saluran serviks, yang terjadi pada awal persalinan. Diameter meningkat dari sekitar 1 cm sampai dilatasi lengkap.
2)    Kekuatan sekunder
Segera setelah bagian presentasi mencapai dasar panggul, sifat kontraksi berubah, yakni bersifat mendorong keluar. Wanita mersa ingin mengedan. Usaha mendorong ke bawah ( kekuatan sekunder) di bantu dengan usaha volunteer yang sama dengan yang dilakukan saat buang air besar.
Kekuatan sekunder tidak mempengaruhi dilatasi serviks, tetapi setelah dilatasi srviks lengkap kekuatan ini cukup penting untuk mendorong bayi keluar dari uterus dan vagina.
  1. d.    Posisi Ibu
Posisi ibu mempengaruhi adaptasi anatomis dan fisiologi persalinan. Posisi tegak meliputi posisi berdiri, berjalan, duduk dan jongkok. Posisi tegak memungkinkan gaya gravitasi membantu penurunan janin. Kontraksi uterus biasanya lebih kuat dan lebih efisien untuk membantu penipisan dan dilatasi serviks sehingga persalinan menjadi lebih cepat. Selain itu, posisi tegak dianggap mengurang insiden penekanan tali pusat.
Apabila ibu mengedan pada posisi duduk atau berjongkok, otot-otot abdomen bekerja lebih sinkron dengan kontraksi rahim.
  1. e.    Psikis (psikologis)
Perasaan positif berupa kelegaan hati, seolah-olah pada saat itulah benar-benar terjadi realitas “kewanitaan sejati” yaitu munculnya rasa bangga bias melahirkan atau memproduksi anaknya. Mereka seolah-olah mendapatkan kepastian bahwa kehamilan yang semula dianggap sebagai suatu “ keadaan yang belum pasti “ sekarang menjadi hal yang nyata.
6.  Perubahan fisiologis persalinan
  1. a.   Perubahan Kardiovaskuler
Pada setiap kontraksi, 400ml darah dikeluarkan dari uterus dan masuk kedalam system vaskuler ibu. Hal ini akan meningkatkan curah jantung sekitar 10% sampai 15% pada tahap pertama persalinan dan sekitar 30% sampai 50% pada tahap kedua persainan.
  1. b.  Perubahan pernafasan
Peningkatan aktivitas fisik dan peningkatan pemakaian oksigen terlihat dari peningkatan frekuensi pernafasan. Hiperventilasi dapat menyebabkan alkalosis respiratorik (pH meningkat), hipoksia dan hipokapnea (karbon diksida menurun). Pada tahap kedua persalinan, jika wanita tidak diberi obat-obatan, maka ia akan mengkonsumsi oksigen hamper dua kali lipat. Kecemasan juga meningkatkan pemakaan oksigen.
  1. c.   Perubahan pada ginjal
Selama persalinan, wanita dapat mengalami kesulitan untuk berkemih secara spontan akibat berbagai alasan : edema jaringan akibat tekanan bagian presentasi, rasa tidak nyaman, sedasi, dan rasa malu. Proteinuria +1 dapat dikatakan normal dan hasil ini merupakan respon rusaknya jaringan otot akibat kerja fisik selama persalinan.
  1. d.  Perubahan integumen
Adaptasi system integument terlihat jelas khususnya pada daya distensibilitas daerah intoitus vagina (muara vagina). Tingkat distensibilitas ini berbeda-beda pada setiap individu. Meskipun daerah itu dapat meregang, namun dapat terjadi robekan-robekan kecil pada kulit sekitar introitus vagina sekalipun tidak dilakukan episiotomy atau tidak terjadi laserasi.
  1. e.   Perubahan muskuloskeletal
Sistem musculoskeletal mengalami stress selama persalinan. Diaforesis, keletihan, proteinuria +1, dan kemungkinan peningkatan suhu menyertai peningkatan aktivitas otot yang menyolok. Nyeri punggung dan nyeri sendi (tidak berkaitan dengan posisi janin) terjadi sebagai akibat semakin regangnya sendi pada masa aterm. Proses persalinan itu sendiri dan gerakan meluruskan jari-jari kaki dapat menimbulkan kram tungkai.
  1. f.    Perubahan neurologi
System neurologi menunjukan bahwa timbul stress dan rasa tidak nyaman selama persalinan. Perubahan sensoris terjadi saat wanita masuk ketahap pertama persalinan dan saat masuk kesetiap tahap berikutnya. Mula-mula ia ungkin merasakan euphoria. Euphoria membuat wanita menjadi serius dan kemudian mengalami amnesia diantara traksi selama tahap kedua. Akhirnya, wanita merasa sangat senang atau merasa letih setelah melahirkan. Endorphin endogen (senyawa mirip morfin yang diproduksi tubuh secara aalami) meningkatkan ambang nyeri dan menimbulkan sedasi. Selain itu, anesthesia fisiologis jaringan perineum, yang ditimbulkan bagian presentasi, menurunkan persepsi nyeri.
  1. g.  Perubahan pencernaan
Persalinan mempengaruhi system saluran cerna wanita. Bibir dan mulut dapat menjadi kering akibat wanita bernafas melalui mulut, dehidrasi, dan sebagai respon emosi terhadap persalinan. Selama persalinan, motilitas dan absorpsi saluran cerna menurun dan waktu pengosongan lambung menjadi lambat. Wanita sering kali merasa mual dan memuntahkan makanan yang belum dicerna setelah besalin. Mual dan sendawa juga terjadi sebagai respon refleks terhadap dilatasi serviks lengkap. Ibu dapat mengalami diare pada awal persalinan.
  1. h.  Perubahan Endokrin
Sistem endokrin aktif selama persalinan. Awitan persalinan dapat diakibatkan oleh penurunan kadar progesterone dan peningkatan kadar estrogen,prostaglandin dan oksitosin. Metabolism meningkat dan kadar glukosa darah dapat menurun akibat proses persalinan.
(Bobak,2004: 249-250)
  1. 7.   Perubahan psikologis persalinan
    1. a.   Kala I
Pada ibu primi bahkan multi terkadang bereaksi berlebihan terhadap persalinan awal dengan terlalu banyak memberi perhatian pada kontraksi, menjadi tegang, timbul kecemasan  atau perasaan aneh terhadap tubuh. Sebagian besar wanita mengalami perasaan tidak enak atau gelisah (ketidakmampuan untuk merasa nyaman dalam posisi apa pun dalam waktu lama).
Pada tahap laten, semangat ibu cukup tinggi; pada tahap aktif, ibu menjadi serius, diam, dan sibuk dengan kontraksi. Seorang wanita bahkan mungkin akan merasa terjebak dalam persalinan saat menyadari tidak ada jalan keluar selain menuntaskan persalinan. Kesadaran ini kadang disebut “saat menerima kebenaran yang mencerminkan semacam krisis, dimana ibu menyadari tidak dapat mengendalikan proses persalinan. (Simkin Penny, Dkk, 2008: 187-196)


  1. b.  Kala II
Pada fase peralihan dari kala I ke kala II ditandai dengan sensasi yang kuat dan kebingungan mengenai apa yang harus dilakukan. Untuk beberapa wanita desakan mengejan merupakan salah satu aspek memuaskan sedangkan untuk yang lainnya merasakan desakan mengejan dirasa mengganggu dan menyakitkan.
Setelah terlepas dari sensasi peralihan kala I ditandai dengan rasa nyeri berkurang, perasaan menjadi tenang, dapat berpikir jernih kembali, beristirahat, kembali bersemangat, dan mengenali orang-orang disekitarnya.
Selama kala II, ibu bekerja sama dengan persalinannya melalui gerak menekan secara sadar dan bergerak ke posisi yang membantu pelahiran. (Simkin Penny, Dkk, 2008: 204)
  1. c.   Kala III
Sesudah bayi lahir, akan ada masa tenang yang singkat; kemudian rahim kembali berkontraksi sehingga ibu perlu melanjutkan relaksasi dan penapasan terpola karena rahim kadang-kadang mengalami kram yang hebat. Atau sebaliknya, perhatian ibu tercurah seluruhnya pada bayi sehingga hampir tidak menyadari terjadinya tahap ketiga ini. (Simkin Penny, Dkk, 2008: 211-212)



d. Kala IV
Saat-saat ini adalah saat jatuh cinta dan merupakan tahapan yang penting dalam membentuk keterikatan. Pada tahap ini ibu akan merasakan bahagia, lega, atau bahkan euforia dengan bayi dan rasa terima kasih kepada orang-orang yang telah membantu. Sebaliknya ibu membutuhkan sedikit waktu untuk menyesuaikan diri terhadap kenyataan bahwa dia tidak lagi dalam persalinan, keadaan tidak hamil dan sudah  menjadi seorang ibu. (Simkin Penny, Dkk, 2008: 215)
  1. 8.    Kebutuhan dasar ibu bersalin
Kebutuhan dasar ibu hamil adalah mengenai asuhan sayang Ibu yaitu asuhan yang menghargai budaya kepercayaan dan keinginan sang ibu.
Beberapa prinsip dasar asuhan saying ibu adalah mengikut sertakan suami dan keluarga selama proses persalinan dan kelahiran bayi. (APN. 2007: 1 – 6).
  1. Panggil sesuai namanya, hargai dan perlakukan ibu sesuai martabatnya.
  2. Jelaskan semua asuhan dan perawatan kepada ibu sebelum memulai asuhan tersebut.
  3. Jelaskan proses persalinan kepada ibu dan keluarganya.
  4. Ajukan ibu untuk bertanya dan membicarakan ketakutan ataupun kekhawatirannya.
  5. Dengarkan dan tanggapi pertanyaan dan kekhawatiran ibu.
  6. Berikan dukungan, besarkan hatinya dan tetntramkan hati ibu beserta anggota-anggota keluarganya.
  7. Anjurkan ibu untuk ditemani suami dan atau anggota keluarga yang lain selama kelahiran dan persalinan bayi.
  8. Ajarkan suami dan anggota-anggota keluarga mengenai cara-cara bagaimana mereka dapat memperhatikan dan mendukung ibu selama persalinan dan kelahiran bayinya.
  9. Secara konsisten lakukan praktek-praktek pencegahan infeksi yang baik.
  10. Hargai privacy ibu.
  11. Anjurkan ibu untuk mencoba berbgai posisi selama persalinan dan kelahiran bayi.
  12. Anjurkan ibu untuk minum cairan dan makan makanan ringan bila ia mau.
m. Hargai  dan perbolehkan praktek-praktek tradisional yang tidak berbahaya.
  1. Hindari praktek-praktek yang tidak perlu dan mungkin membahayakan seperti episiotomi, pencukuran dan klisma.
  2. Anjurkan ibu untuk memeluk bayinya segera setelah lahir.
  3. Membantu memulai pemberian ASI dalam satu jam pertama setelah kelahiran bayi.
  4. Siapkan rencana rujukan.
  5.  Mempersiapkan persalinan dan kelahiran bayi dengan baik dengan bahan-bahan, perlengkapan dan obat-obatan yang sesuai yang sudah siap sedia. Siap untuk melakukan resusitasi bayi baru lahir pada setiap kelahiran bayi.(Wiknjosastro, 2008 : 12).
  1. 9.    Ketidaknyamanan persalinan
Tabel 2.14
Ketidaknyamanan persalinan persalinan berdasarkan kala

Kala
Ketidaknyamanan
Kala I
  • Sakit pinggang yang hilang timbul
  • Kram perut
  • kram tungkai
  • Sering buang air kecil
  • Aliran lendir yang licin bercampur darah
  • Mules-mules
  • Rasa tertekan di area Pelvis minor
  • Gangguan saluran cerna (diare, kesulitan mencerna, mual dan muntah bukan karena sebab lain)

Kala II 
  • Desakan mengejan
  • Rasa ingin buang air besar

Kala III 
  • Mules-mules kadang kram perut

Kala IV 
  • After pain
  • Rasa sakit pada luka bekas jahitan
  • Kelelahan
  • Nyeri badan

(Varney H, dkk. 2008: 827)











  1. 10.  Tanda bahaya persalinan
Apabila didapati alah satu atau lebih penyulit seperti berikut :
Tabel 2.15
Perencanaan asuhan bila terjadi penyulit pada persalinan
Temuan-temuan anamnesis
dan/pemeriksaan
Rencana untuk Asuhan atau Perawatan
Riwayat bedah sesar
  1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang mempunyai kemampuan untuk melakukan bedah sesar
  2. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Berikan dukungan dan semangat

Perdarahan per vaginam selain lendir bercampur darah
Jangan lakukan pemeriksaan dalam\
  1. Baringkan ibu ke sisi kiri.
  2. Pasang infuse menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL.

Kurang dari 37 minggu (persalinan kurang bulan)
  1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawatdarurat obstetri dan bayi baru lahir.
  2. Damping ibu ke tempat rujukan. Berikan dukungan dan semangat.

Ketuban pecah disertai dengan keluarnya mekonium kental
  1. Baringkan ibu miring ke kiri
  2. Dengarkan DJJ
  3. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan untuk melakukan bedah sesar
  4. Damping ibu ke tempat rujukan dan bawa partus set, kateter penghisap lender De Lee, handuk dan kain untuk mengeringkan dan menyelimuti bayi untuk mengantisipasi jika ibu melahirkan di perjalanan

Ketuban pecah dan air ketuban bercampur dengan sedikit mekonium disertai tanda-tanda gawat janin
  1. Dengarkan DJJ, jika ada tanda-tanda gawat janin laksanakan asuhan yang sesuai(lihat di bawah)

Ketuban pecah (lebih dari 24 jam) atau ketuban pecah pada kehamilan kurang bulan (usia kehamilan kurang dari 37 minggu)
  1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri.
  2. Damping ibu ke tempat rujukan dan berkan dukungan serta semangat.

Tanda-tanda atau gejala infeksi:
  1. Temperature >38° C
  2. Menggigil
  3. Nyeri abdomen
  4. Cairan ketuban berbau
    1. Baringkan ibu miring ke kiri.
    2. Pasang infuse menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16-18) dan berikan RL dengan tetesan 125 cc/jam.
    3. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri.
    4. Damping ibu ke tempat rujukan. Berikan dukungan serta semangat.

Tekanan darah lebih dari 160/110 dan/ terdapat protein dalam urin (preeklampsia berat)
  1. Baringkan ibu miring ke kiri.
  2. Pasang infuse menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16-18) dan berikan RL
  1. Berikan dosisi awal 4 gr MgSO4 20% IV selama 20 menit.
  2. Suntikan 10 gr MgSO4 50% (5 gr IM pada bokong kiri dan kanan).
  3.  Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri.
  4. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Berikan dukungan dan semangat.

Tinggi fundus 40 cm atau lebih (makrosomia, polihidramnion, kehamilan ganda)
  1. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan bedah sesar.
  2. Damping ibu ke tempat rujukan. Berikan dukungan dan semangat.
Alasan: jika diagnosisnya adalah polihidramnion, mungkin ada masalah-masalah lain dengan janinnya. Makrosomia dapat menyebabkan distosia bahu dan risiko tinggi untuk perdarahan pascapersalinan.
DJJ kurang dari 100 atau lebih dari 180x/menit pada dua kali penilaian dengan jarak 5 menit (gawat janin)
  1. Baringkan ibu miring ke kiri dan anjurkan untuk bernafas secara teratur.
  2. Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16 atau 18) dan berikan RL dengan tetesan 125 cc/jam
  3. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawardarurat obstetri dan bayi baru lahir.
  4. Damping ibu ke tempat rujukan. Berikan dukungan dan semangat.

Primipara dalam fase aktif kala satu persalinan dengan penurunan kepala janin 5/5
  1. Baringkan ibu miring ke kiri.
  2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuannn penatalaksaan gawatdarurat obstetric bayi baru lahir.
  3. Damping ibu ke tempat rujukan. Berikan dukungan dan semangat.
Presentasi bukan belakang kepala (sunsang, letak lintang, dll)
  1. Baringkan ibu miring ke kiri
  2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri.
  3. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Berikan dukungan dan semangat.

Presentasi ganda (majemuk) (adanya bagian lain dari janin, misalnya: lengan atau tangan, bersamaan dengan presentasi belakang kepala)
  1. Baringkan ibu dengan posisi lutut menempel ke dada atau miring ke kiri
  2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri.
  3. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Berikan dukungan dan semangat.

Tali pusat menumbung (jika tali pusat masih berdenyut)
  1. Gunakan sarung tangan DTT, letakkan satu tangan di vagina dan jauhkan kepala janin dari tali pusat yang menumbung. Tangan lain mendorong bayi melalui dinding abdomen agar bagian terbawah janin tidak menekan tali pusatnya (minta keluarga ikut membantu)
  2. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri.
  1. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Berikan dukungan dan semangat.

Tanda dan gejala syok:
  1. Nadi cepat, lemah (>110x/menit)
  2. TD menurun (sistolik < 90 mmHg)
  3. Pucat
  4. Berkeringat atau kulit lembab, dingin
  5. Nafas cepat (lebih dari 30x/ menit)
  6. Cemas, bingung atau tidak sadar
  7. Produksi urin (<30 ml/jam)
  8. Baringkan ibu miring ke kiri
  9. Jika mungkin naikkan kedua kaki ibu untuk meningkatkan aliran darah ke jantung
  10. Pasang infus menggunakan jarum berdiameter besar (ukuran 16-18) dan berikan RL. Infuskan 1liter dalam waktu 15-20 menit; dilanjutkan dengan 2 liter dalam satu jam pertama, kemudian turunkan tetesan menjadi 125 ml/jam.
  11. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri.
  12. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Berikan dukungan dan semangat.

Tanda dan gejala fase laten berkepanjangan:
  1. Pembukaan serviks < 4 cm setelah 8 jam
  2. Kontraksi uterus (>2 dalam 10 menit)
  3. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri.
  4. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Berikan dukungan dan semangat.

Tanda dan gejala belum in partu:
  1. Frekuensi kontraksi < 2x dalam 10 menit dan lamanya < 20 detik
  2. Tidak ada perubahan pada serviks dalam waktu 1 hingga 2 jam
  3. Anjurkan ibu untuk minum dan makan
  4. Anjurkan ibu untuk bergerak bebas
  5. Jika kontraksi berhenti dan/tidak ada perubahan serviks, evaluasi DJJ, jika tidak ada tanda-tanda kegawatan pada ibu dan janin, persilahkan ibu pulang dengan nasehat untuk: menjaga cukup makan dan minum, datang untuk mendapat asuhan jika terjadi peningkatan frekuensi dan lama kontraksi.

Tanda dan gejala partus lama:
  1. Pembukaan serviks mengarah ke sebelah kanan garis waspada partograf
  2. Pembukaan serviks < 1 cm / jam
  3. Frekuensi kontraksi < 2x dalam 10 menit dan lamanya < 40 detik
  4. Segera rujuk ibu ke fasilitas yang memiliki kemampuan penatalaksanaan gawat darurat obstetri.
  5. Dampingi ibu ke tempat rujukan. Berikan dukungan dan semangat.

(Wiknjsastro:2008:46-49).
Singkatan BAKSOKU dapat digunakan untuk mengingat hal-hal penting dalam mempersiapkan rujukan untuk ibu dan bayi.
B (Bidan)            : Pastikan bahwa ibu dan bayi baru lahir didampingi oleh penolong persalinan yang kompeten untuk menatalaksana gawat darurat obstetri dan bayi baru lahir untuk dibawa ke fasilitas rujukan.
A (Alat)               : Bawa perlengkapan dan bahan-bahan untuk asuhan   persalinan, masa nifas dan bayi baru lahir (tabung suntik, selang IV, alat resusitasi,dll) bersama ibu ke tempat rujukan. Perlengkapan dan bahan-bahan tersebut mungkin diperlukan jika ibu melahirkan dalam perjalanan menuju fasilitas rujukan.
K (Keluarga)      : Beritahu ibu dan keluarga mengenai kondisi terakhir ibu dan bayi dan mengapa ibu dan bayi perlu dirujuk. Jelaskan pada mereka alasan dan tujuan merujuk ibu ke fasilitas rujukan tersebut. Suami atau anggota keluarga yang lain harus menemani ibu dan bayi baru lahir hingga ke fasilitas rujukan.
S (Surat)             : Berikan surat ke tempat rujukan. Surat ini harus memberikan identifikasi mangenai ibu dan bayi baru lahir, cantumkan alasan rujukan dan uraikan hasil pemeriksaan, asuhan atau obat-obatan yang diterima ibu dan bayi baru lahir. Sertakan juga partograf yang dipakai untuk membuat keputusan klinik.
O (Obat)             : Bawa obat-obatan esensial pada saat mengantar ibu ke fasilitas rujukan. Obat-obatan trsebut mungkin diperlukan selama di perjalanan.
K (Kendaraan): Siapkan kendaraaan yang paling memungkinkan untuk merujuk ibu dalam kondisi cukup nyaman. Selain itu, pastikan kondisi kendaraan cukup baik untuk mencapai tujuan pada waktu yang tepat.
U (Uang)             : Ingatkan pada keluarga agar membawa uang dalam jumlah yang cukup untuk membeli obat-obatan yang diperlukan dan bahan-bahan kesehatan lain yang diperlukan selama ibu dan bayi baru lahir tinggal di fasilitas rujukan. (Wiknjosastro, 2008:36)
  1. 11.  Pemeriksaan awal persalinan
    1. a.     Anamnesis
Tujuan anamnesis adalah mengumpulkan informasi tentang riwayat kesehatan, kehamilan dan persalinan,yang harus ditanyakan pada ibu diantaranya:
1)  Nama, umur dan alamat
2)  Gravida dan para
3)  Hari pertama haid terakhir
4)  Kapan bayi akan lahir (menurut taksiran ibu)
5)  Riwayat alergi obat-obatan tertentu
6)  Riwayat kehamilan sekarang
7)  Riwayat kehamilan sebelumnya
8)  Riwayat medis lainnya
9)  Masalah medis saat ini
10)   Pertanyaan tentang hal-hal yang belum jelas atau berbagai bentuk kekhawatiran lainnya
  1. b.     Pemeriksaan Fisik
Tujuan pemeriksaan fisik adalah untuk menilai kondisi kesehatan ibu dan bayinya serta tingkat kenyamanan ibu bersalin. Langkah-langkah dalam melakukan pemeriksaan fisik:
1)  Cuci tangan sebelum memulai pemeriksaan fisik
2)  Tunjukan sikap ramah dan sopan
3)   Minta ibu menarik nafas perlahan jika ia merasa tegang
4)  Meminta ibu untuk mengosongkan kandung kemihnya
5)  Nilai kesehatan dan keadaan umum ibu, tingkat kegelisahan dan nyeri kontraksi, warna konjungtiva, kebersihan, status gizi dan kecukupan air tubuh
6)  Nilai tanda-tanda vital ibu ( TD, Nadi, suhu, dan pernafasan)
7)  Lakukan pemeriksaan abdomen yang berguna untuk:
a)     Menentukan tinggi fundus uteri
b)     Memantau kontraksi uterus
c)     Memanatau denyut jantung janin
d)     Menentukan presentasi
e)     Menentukan penurunan bagian terendah janin
8)  Lakukan pemeriksaan dalam dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a)  Tutupi badan ibu sebanyak mungkin dengan sarung atau selimut
b)  Minta ibu untuk berbaring telentang dengan lutut ditekuk dan paha dibentangkan
c)  Gunakan sarung tangan DTT atau steril saat melakukan pemeriksaan
d)  Gunakan kassa atau gulungan kapas DTT yang dicelupkan ke air DTT atau larutan antiseptik
e)  Periksa genitalia eksterna, apakah ada luka atau masa    termasuk kondilomata, varikositas vulva atau rectum atau luka parut di perineum
f)   Nilai cairan vagina dan tentukan apakah ada bercak darah,         perdarahan pervaginam, atau mekonium.
g)  Dengan hati-hati pisahkan labium mayus dengan jari manis dan ibu jari, masukan jari telunjuk dan jari tengah. Jangan      mengeluarkan kedua jari sampai pemeriksaan selesai dilakukan
h)  Nilai vagina
i)    Nilai pembukaan dan penipisan servix
j)    Pastikan tali pusat dan atau bagian-bagian kecil (tangan atau      kaki) tidak teraba saat melakukan pemeriksaan dalam.
k)  Nilai penurunan bagian terbawah janin dan tentuka bagian           terbawah tersebut telah masuk ke dalam rongga panggul.
l)        Jika bagian terbawah adalah kepala, pastikan penunjuknya (UUK, UUB atau fontanel magna) atau celah (sutura ) sagitalis untuk menilai derajat penyusupan atau tumpang tindih tulang kepala dan apakah ukuran kepala janin sesuai dengan ukuran jalan lahir
m)     Jika pemeriksaan sudah lengkap keluarkan jari tangan pemeriksa, celupkan sarung tangan ke dalam larutan untuk dekontaminasi, lepaskan kedua sarung tangan tadi secara terbalik dan rendam ke dalam larutan dekontaminasi selama 10 menit.
n)  Cuci kedua tangan dan keringkan dengan handuk bersih dan      kering.
  • o)  Bantu ibu untuk mengambil posisi yang nyaman.
p)  Jelaskan hasil-hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarganya.
  1. c.      Mencatat dan mengkaji hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik
Ketika anamnesis dan pemeriksaan telah lengkap:
1)  Catat semua hasil pemeriksaan fisik secara teliti dan lengkap
2)   Gunakan informasi yang ada untuk menentukan apakah ibu sudah inpartu, tahapan dan fase persalinan.
3)   Tentukan ada atau tidaknya masalah atau penyulit yang harus ditatalaksanakan secara khusus
4)   Setiap kali selesai melakukan penilaian, lakukan kajian data yang terkumpul, dan buat diagnosis berdasarkan informasi tersebut.
Jelaskan temuan, diagnosis dan rencana penatalaksanaan kepada ibu dan keluarganya sehingga mereka mengerti tentang tujuan asuhan yang akan diberikan. (Wiknjosastro, 2008:38-45)
  1. 12.  Asuhan persalinan normal
a. Mengenali gejala dan tanda Kala II
1)  Mendengar dan melihat adanya tanda persalinan Kala II
a)  Ibu merasa ada dorongan kuat untuk meneran
b)  Ibu merasakan tekanan yang semakin meningkat pada rektum dan vagina
c)  Perineum tampak menonjol.
d)  Vulva – vagina dan sfingter ani membuka.
b. Menyiapkan pertolongan persalinan
2) Pastikan kelengkapan peralatan, bahan dan obat-obatan esensial untuk menolong persalinan dan menatalaksana komplikasi ibu dan bayi baru lahir. Untuk asfiksia : tempat datar dan ekras, 2 kain dan 1 handuk bersih dan kering, lampu sorot 60 watt denga jarak 60 cm dari tubuh bayi.
a)  Menggelar kain diatas perut ibu dan tempat resusitasi serta ganjal bahu bayi
b)  Menyiapkan oksitosin 10 unit dan alat suntik steril sekali pakai di dalam paetus set
3) Memakai celemek plastik
4) Melepaskan dan menyimpan semua perhiasan yang dipakai, cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir kemudian keringkan tangan dengan tissue atau handuk pribadi yang bersih dan kering.
5) Pakai sarung tangan DTT pada tangan yang akan digunakan untuk periksa dalam.
6)  Masukan oksitosin ke dalam tabung suntik ( gunakan tangan yang memakai sarung tangan DTT dan steril ( pastikan tidak terjadi kontaminasi pada alat suntik ).
c. Memastikan pembukaan lengkap & keadaan janin baik
7) Membersihkan vulva dan perineum, menyekanya dengan hati-hati dari depan ke belakang dengan menggunakan kapas atau kasa yang dibasahi air DTT.
a)  Jika introitus vagina, perineum atau anus terkontaminasi tinja, bersihkan dengan seksama, dari arah depan ke belakang.
b)  Buang kapas atau kasa pembersih (terkontaminasi) dalam wadah yang tersedia.
c)  Ganti sarung tangan jika terkontaminasi (dekontaminasi), lepaskan dan rendam dalam larutan klorin 0,5% _ langkah # 9).
8)  Lakukan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap.
a)    Bila selaput ketuban belum pecah dan pembukaan sudah lengkap lakukan amniotomi.
9)  Dekontaminasi sarung tangan dengan cara mencelupkan tangan yang masih memakai sarung tangan kedalam larutan klorin 0,5%, kemudian lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Cuci kedua tangan setelah sarung tangan dilepaskan.
10) Periksa denyut jantung janin ( DJJ ) setelah kontraksi/saat relaksasi uterus untuk memastikan bahwa DJJ dalam batas normal ( 120-160x/menit ).
a)  Mengambil tindakan yang sesuai jika DJJ tidak normal.
b)  Mendokumentasikan hasil-hasil pemeriksaan dalam, DJJ dan semua hasil-hasil penilaian serta suhan lainya pada partograf.
d. Menyiapkan ibu & keluarga untuk membantu proses bimbingan meneran.
11) Beritahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin   baik dan bantu ibu menemukan posisi yang nyaman dan sesuai dengan keinginanya.
a)  Tunggu hingga timbul rasa ingin meneran, lanjutkan pemantauan kondisi dan kenyamanan ibu dan janin (ikuti pedomaan penatalaksanaan fase aktif) dan dokumentasikan semua temuan yang ada.
b)  Jelaskan pada anggota keluarga tentang bagaimana peran mereka untuk mendukung dan memberi semangat pada ibu untuk meneran secara benar.
12) Minta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran. (bila ada rasa ingin meneran dan terjadi kontraksi yang kuat, bantu ibu ke posisi setengah duduk atau posisi lain yang diinginkan dan pastikan ibu merasa nyaman).
13) Laksanakan bimbingan meneran saat ibu meras ada dorongan kuat untuk meneran :
a)  Bimbing ibu agar dapat meneran secara benar dan efektif
b)  Dukungan dan beri semangat pada saat meneran dan perbaiki cara meneran apabila caranya tidak sesuai
c)  Bantu ibu mengambil posisi yang nyaman sesuai pilihanya (kecuali posisi berbaring terlentang dalam waktu yang lama).
d)  Anjurkan ibu untuk beristirahat diantara kontraksi.
e)  Anjurkan keluarga memberi dukungan dan semangat untuk ibu.
f)   Berikan cukup asupan cairan per-oral ( minum ).
g)  Menilai DJJ setiap kontraksi uterus selasai.
h)  Segera rujuk jika bayi belum atau tidak akan segera lahir setelah setelah 120 menit (2 jam) meneran (primigravida) atau 60 menit (1 jam) meneran (multigravida).
14)   Anjurkan ibu untuk berjalan, berjongkok atau mengambil posisi yang nyaman, jika ibu belum merasa ada dorongan untuk meneran dalam 60 menit.
e. Persiapan pertolongan kelahiran bayi
15)  Letakan handuk bersih (untuk mengeringkan bayi) di perut ibu, jika kepala bayi telah membuka vulva dengan diameter 5-6 cm.
16)  Letakan kain bersih yang dilipat 1/3 bagian, dibawah bokong ibu.
17) Buka tutup partus set dan perhatikan kembali kelengkapan alat dan bahan.
18)  Pakai sarung tangan DTT pada kedua tangan
f.  Persiapan pertolongan kelahiran bayi
Lahirnya kepala
19)  Setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva maka lindungi perineum dengan satu tangan yang dilapisi dengan kain bersih dan kering. Tangan yang lain menahan kepala bayi untuk menahan posisi defleksi dan membantu lahirnya kepala. Anjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bermafas cepat dan dangkal.
20)  Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan yang sesuai jika hal itu terjadi, dan segera lanjutkan proses kelahiran bayi.
a)  Jika tali pusat melilit leher secara longgar, lepaskan lewat bagian atas kepala bayi.
b)  Jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong di antara dua klem tersebut.
21)   Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi luar secara spontan.
Lahirnya Bahu
22)   Setelah kepala melakukan putaran paksi luar, pegang secara biparental. Anjurkan ibu untuk saat kontraksi. Dengan lembut gerakan kepala ke arah bawah dan distal hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan arah atas dan distal untuk melahirkan bahu belakang.
Lahirnya badan dan tungkai
23)  Setelah kedua bahu lahir, geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyanggah kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan lengan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku sebelah atas.
24) Setelah tubuh dan lengan lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong, tunkai dan kaki. Pegang kedua mata kaki ( masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki ibu jari dan jari-jari lainya ).
Penanganan bayi baru lahir
25)  Lakukan penilaian ( selintas )
a)  Apakah bayi menangis kuat dan atau bernafas tanpa kesulitan?
b)  Apakah bayi bergerak dengan aktif?
Jika bayi tidak menangis, tidak bernafas atau megap-megap lakukan langkah resusitasi ( lanjut ke langkah resusitasi pada afiksia bayi baru lahir ).
26)  Keringkan tubuh bayi
Keringkan bayi mulai dari muka, kepala, dan bagian tubuh lainya kecuali bagian tangan tanpa membersihkan verniks. Ganti handuk basah dengan handuk/kain yang kering. Biarkan bayi diatas perut ibu.
27)  Periksa kembali uterus untuk memastikan tidak ada lagi bayi dalam uterus ( hamil tunggal ).
28) Beritahu ibu bahwa ia akan disuntik oksitosin agar uterus berkontraksi baik.
29)  Dalam waktu 1 menit setelah bayi lahir, suntikan oksitosin 10 unit IM ( intramuskuler ) di 1/3 paha atas bagian distal lateral ( lakukan aspirasi sebelum menyuntikan oksitosin ).
30)  Setelah 2 menit pasca persalinan, jepit tali pusat kira-kira 3 cm dari pusar bayi. Mendorong tali isi pusat ke arah distal ( ibu ) dan jepit kembali tali pusat pada 2 cm distal dari klem pertama.
31)  Pemotongan dan pengikatan tali pusat
a)  Dengan satu tangan, pegang tali pusat yang telah dijepit ( lindungi perut bayi ), dan lakukan pengguntingan tali pusat di antara 2 klem tersebut.
b)  Ikat tali pusat dengan benang DTT atau steril pada satu sisi kemudian melingkarkan kembali benang tersebut dan mengikatnya dengan simpul kunci pada sisi lainnya.
c)  Lepaskan klem dan masukan dalam wadah yang telah disediakan.
32)  Letakan bayi agar kontak kulit ibu ke kulit bayi
Letakan bayi tengkurap di dada ibu. Luruskan bahu bayi sehingga bayi menempel di dada/perut ibu. Usahakan kepala bayi berada diantara payudara ibu dengan posisi lebih rendah dari putting payudara ibu.
33)  Selimuti ibu bayi dan bayi dengan kain hangat dan pasang topi di kepala bayi. Biarkan bayi tetap melakukan kontak kontak kulit ke kulit di dada ibu paling sedikit 1 jam.
a)  Sebagian besar bayi akan melakukan inisiasi menyusui dini dalam waktu 30-60 menit. Menyusu pertama biasanya berlangsung secara 10-15 menit. Bayi ini cukup menyusu pada satu payudara.
b)  Biarkan bayi berada di dada ibu selama 1jam walaupun bayi sudah berhasil menyusu.
Penatalaksanaan aktif persalinan kala tiga
34)  Pindahkan klem tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vulva.
35)  Letakan satu tangan pada kain diatas perut ibu, ditepi atas simfisis, untuk mendeteksi. Tangan lain mengangkat tali pusat.
36)  Setelah uterus berkontraksi, tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan yang lain mendorong uterus ke arah belakang-atas ( dorso-krainal ) secara hati-hati ( untuk mencegah inversio uteri ). Jika plasenta tidak lahir setelah 30-40 detik, hentikan penegangan tali pusat dan tunggu hingga timbul kontraksi berikutnya dan ulangi prosedur diatas.
a)    Jika uterus tidak segera berkontraksi, minta ibu, suami atau anggota keluarga untuk melakukan stimulasi putting susu.
Mengeluarkan plasenta
37)   Lakukan penegangan dan dorongan dorso-krainal hingga plasenta terlepas, minta ibu meneran sambil penolong menarik Tali pusat dengan arah sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, mengikuti poros jalan lahir.
Jika tali pusat bertambah panjang, pindahkan klem hingga berjarak sekitar 5-10 cm dari vulva dan lahirkan plasenta.
Jika plasenta tidak lepas setelah 15 menit menegangkan tali pusat :
a)  Beri dosis ulangan oksitosin 10 unit IM
b)  Lakukan katerisasi ( aseptik ) jika kandung kemih penuh
c)  Minta keluarga untuk melakukan rujukan
d)  Ulangi penegangan tali pusat 15 menit berikutnya
e)  Jika plasenta tidak lahir dalam 30 menit setelah bayi lahir atau terjadi pendarahan, segera lakukan plasenta manual.
38) Saat plasenta muncul di introitus vagina, lahirkan plasenta dengan kedua tangan,  pegang dan putar plasenta hingga selaput ketuban terpilin kemudian lahirkan dan tempatkan plasenta pada wadah yang telah disediakan.
a)Jika selaput ketuban robek, pakai sarung tangan DTT atau steril untuk melakukan eksplorasi sisa selaput kemudian gunakan jari-jari tangan atau klem DTT atau steril untuk mengeluarkan bagian selaput yang tertinggal.
Rangsangan taktil ( masase ) uterus
39)  Segera setelah plasenta dan selaput ketuban lahir, lakukan masase uterus, letakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi ( fundus teraba keras )
a)    Lakukan tindakan yang diperlukan jika uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik masase.
Menilai pendarahan
40)  Periksa kedua sisi plasenta baik bagian ibu maupun bayi dan pastikan selaput ketuban lengkap dan utuh. Masukan plasenta kedalam kantung plastik atau tempat khusus.
41)  Evaluasi kemungkinan laserasi pada vagina dan perineum. Lakukan penjahitan bila laserasi menimbulkan pendarahan.
Bila ada robekan yang menimbulkan pendarahan aktif, segera lakukan penjahitan
Melakukan prosedur pasca persalinan
42) Celupkan kedua tangan yang memakai sarung tangan ke dalam larutan klorin 0,5%, bilas kedua tangan tersebut dengan air DTT dan keringkan dengan kain yang bersih dan kering.
43)  Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervaginam.
44)  Ajarkan ibu/keluarga cara melakukan masase uterus dan menilai kontraksi.
45)  Evaluasi dan estimasi jumlah kehilangan darah.
Evaluasi
46)  Lanjutkan pemantauan kontraksi dan mencegah perdarahan pervaginam :
a)    2-3 kali dalam 15 menit pertama pasca persalinan
b)    Setiap 15 menit pada 1 jam pertama pasca persalinan
c)    Setiap 20-30 menit pada jam kedua pasca persalinan
Jika uterus tidak berkontraksi dengan baik, melakukan asuhan yang sesuai untuk menatalaksana atonia uteri.
47)  Bersihkan ibu dengan air DTT. Bersihkan sisa cairan ketuban, lendir dan darah. Bantu ibu memakai pakaian yang bersih dan kering.
48)  Pastikan ibu merasa nyaman. Bantu ibu memberikan ASI. Anjurkan keluarga untuk memberi ibu minuman dan makanan yang diinginkanya.
49)  Dekontaminasi tempat bersalin dengan larutan klorin 0,5%.
50)  Tempatkan senua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin 0,5% untuk dekontaminasi ( 10 menit ). Cuci Dan bilas peralatan setelah dekontaminasi.
51)  Buang buah-buahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
52)  Celupkan sarung tangan kotor ke dalam larutan klorin 0,5%, balikan bagian dalam ke luar dan rendam dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
53)  Cuci kedua tangan dengan sabun dan air mengalir.
54)  Setelah satu jam, lakukan penimbangan/pengukuran bayi, beri tetes mata antibioik profilaksis, dan vitamin K1, Img intramuskular di paha kiri anterorateral.
55)  Setelah satu jam, pemberian vitamin K1 berikan suntikan imunisasi Hepatitis B di paha kanan anterrolateral.
a)    Letakan bayi di dalam jangkauan ibu agar sewaktu-waktu bisa disusukan.
b)    Letakan kembali bayi pada ibu bila bayi belum berhasil menyusu di dalam satu jam pertama dan biarkan sampai bayi berhasil menyusu.
56)  Memeriksa nadi ibu dan keadaan kandung kemih setiap 15 menit selama 1 jam pertama pasca persalinan dan setiap 30 menit selama jam kedua pasca persalinan :
a)    Memeriksa temperatur tubuh ibu sekali setiap jam selama 2 jam pertama pasca persalinan.
b)    Melakukan tindakan yang sesuai untuk temuan yang tidak normal.
57)  Periksa kembali bayi untuk pastikan bahwa bayi bernafas dengan baik ( 40-60 kali/menit ) serta suhu tubuh normal ( 36,5-37,5 ).
Dokumentasi
58)  Lengkapi partograf ( halaman depan dan belakang ), periksa tanda vital dan asuhan kala IV. (APN, 2008)
  1. 13.   Partograf
Partograf adalah alat bantu untuk memantau kemajuan kala satu persalinan dan informasi untuk membuat keputusan klinik. Tujuan utama dari penggunaan partograf adalah untuk:
  1. Mencatat hasil observasi dan kemajuan persalinan dengan menilai pembukaan serviks melalui periksa dalam.
  2. Mendeteksi apakah proses persalinan berjalan secara normal. Dengan demikian juga dapat mendeteksi secara dini kemungkinan terjadinya partus lama.
  3. Data pelengkap yang terkait dengan pemantauan kondisi ibu, bayi, grafik kemajuan proses persalinan, bahan dan mendikamentosa yang diberikan, pemeriksaan laboratorium, membuat keputusan klinik dan asuhan atau tindakan yang diberikan dimana semua itu dicatatkan secara rinci pada status atau rekam medik ibu bersalin dan bayi baru lahir.
Jika digunakan dengan tepat dan konsisten, partograf akan membuat penolong persalinan untuk:
  1. Mencatat kemajuan persalinan
  2. Mencatat kondisi ibu dan janin
  3. Mencatat asuhan yang diberikan selama persalinan dan kelahiran
  4. Menggunakan informasi yang tercatat untuk identifikasi dini penyulit persalinan
  5. Menggunakan informasi yang tersedia untuk membuat keputusan klinik yang sesuai dan tepat waktu
  6. A.  Pencatatan selama fase laten kala satu persalinan
Fase laten:  pembukaan serviks kurang dari 4 cm. Selama fase laten, semua asuhan, pengamatan dan pemeriksaan harus dicatat. Hal ini dapat dicatat secara terpisah, baik di catatan kemajan persalinan maupun dikartu menuju sehat (KMS) ibu hamil. Tanggal dan waktu harus dituliskan setiap kali membuat catatan selama fase laten persalinan. Semua asuhan dan intervasi juga harus dicatatkan. Fase aktif : pembukaan serviks dari 4 sampai 10 cm
Kondisi ibu dan bayi juga harus dinilai dan dicatat dengan seksama, yaitu:
  1. Denyut jantung janin: setiap ½ jam diberi tanda ( • )
  2. Air ketuban. Catat warna air ketuban setiap melakukan pemeriksaan vagina :
1)  U : Selaput Utuh
2)  J : Selaput pecah, air ketuban Jernih
3)  M : Air Ketuban bercampur Mekonium
4)  D : Air Ketuban bernoda Darah
  1. Perubahan bentuk kepala janin (moulage)
1)    0 : sutura terpisah
2)    1 : sutura ( pertemuan dua tulang tengkorak ) yang
tepat/ bersesuaian
3)    2 : sutura tumpang tindih tetapi dapat diperbaiki
4)    3 : sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki
  1. Pembukaan mulut rahim (serviks). Dinilai pada setiap  pemeriksaan pervaginam dan diberi tanda silang (X).
  2.  
⁞⁞..…
  1. Frekuensi dan lamanya kontraksi uterus: setiap ½ jam-1 jam, lakukan palpasi untuk menghitung banyaknya kontraksi dalam 10 menit dan lamanya tiap-tiap kontraksi dalam hitungan detik:
-
..…
Kurang dari 20 detik diberi tanda
-       Antara 20 – 40 detik diberi tanda
-       Lebih dari 40 detik diberi tanda
  1. Penurunan : mengacu pada bagian kepala (dibagi 5 bagian) yang teraba (pada pemeriksaan abdomen) di atas symphisis pubis, catat dengan tanda lingkaran (O) pada setiap pemeriksaan dalam. Pada posisi 0/5, sinsiput (S) atau paruh atas kepala berada di symphisis pubis.
  2. Oksitosin. Bila memakai oksitosin, catatlah banyaknya oksitosin per volume cairan infus dan dalam tetesan per menit.
  3. Obat yang di berikan. Cata semua obat lain yang diberikan
  4. Nadi. Catatlah setiap 30-60 menit dan tandai dengan sebuah titik besar (●).
  5. Tekanan Darah. Catat setiap 4 jam dan tandai dengan anak panah.
  6. Suhu Badan. Catatlah setiap 2 jam.
  7. Produksi urin, aseton dan protein: setiap 2 sampai 4 jam.
( Wiknjosastro, 2002 )
  1. B.  Pencatatan selama fase aktif persalinan: partograf
Halaman depan partograf menginstruksikan observasi dimulai pada aktif persalinan dan menyediakan lajur dan kolom untuk mencatat hasil-hasil pemeriksaan selama fase aktif persalinan, yaitu:
Informasi tentang ibu
  1. Nama, umur;
  2. Gravida, para, abortus;
  1. Tanggal dan waktu mulai dirawat (atau jika dirumah, tanggal dan waktu penolong persalinan mulai merawat ibu);
  2. Waktu pecahnya selaput ketuban
Kondisi janin:
  1. DJJ;
  2. Warna dan adanya air ketuban;
-     U       : Selaput ketuban masih utuh
  J        : Selaput ketuban sudah pecah dan ketuban jernih
-     M       :Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban   bercampur
       mekonium
-     D       : Selaput ketuban sudah pecah dan air ketuban bercampur
darah
-     K                   : Selaput ketuban sudah pecah tapi air ketuban tidak mengalir
        lagi (kering)
  1. Penyusupan (molase) kepala janin
Kondisi persalinan:
  1. Pembukaan serviks
  2. Penurunan bagian terbawah atau presentasi janin;
  3. Garis waspada dan garis bertindak.
Jam dan waktu:
  1. Waktu mulai fase aktif persalinan’
  2. Waktu aktual saat pemeriksaan atau penilaian.
Kontraksi uterus:
  1. Frekuensi kontraksi dalam waktu 10 menit;
  2. Lama kontraksi (dalam detik).
Obat-obatan dan cairan yang diberikan:
  1. Oksitosin;
  2. Obat-obatan lainnya dan cairan IV yang diberikan.
Kondisi ibu:
  1. Nadi, tekanan darah dan temperature suhu;
  2. Urin (volume, aseton, atau protein).
  3. C.   Asuhan , pengamatan dan keputusan klinik lainnya (dicatat dalam kolom yang tersedia di sisi partograf atau dicatatan kemajuan persalinan). Mencakup:
    1. Jumlah cairan per oral yang diberikan
    2. Keluhan sakit kepala atau penglihatan kabur
    3. Konsultasi dengan penolong lainnya (obgin, bidan, dokter umum)
    4. Persiapan sebelum melakukan rujukan
    5. Upaya, jenis dan lokasi fasilitas rujukan.
    6. D.     Pencatatan pada lembar belakang partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal-hal yang terjadi selama proses persalinan dan kelahiran bayi, serta tindakan-tindakan yang dilakukan sejak kala I hingga kala IV dan bayi baru lahir. Catatan persalinan adalah terdiri dari unsur-unsur berikut:
  1. Data atau informasi umum
  2. Kala I
  3. Kala II
  4. Kala III
  5. Bayi baru lahir
  6. Kala IV
(Wiknjosastro, 2008:55-64)
  1. 14.  Diagnosa persalinan
Diagnosis persalinan yaitu menentukan sudah dalam persalinan (inpartu) atau belum yang ditandai dengan adanya tanda-tanda:
  1. Pembukaan serviks > 3 cm
  2. His adekuat (teratur, minimal 2 kali dalam 10 menit selama 40 detik).
  3. Keluar lendir campur darah dari vagina
Kemajuan persalinan normal dilihat dari partograf apakah sesuai atau tidak, apabila kemajuan persalinan tidak sesuai dengan partograf (melewati garis waspada) maka persalinan tersebut dinilai bermasalah. (Saifudin, 2006:108)
Para adalah seorang wanita yang pernah melahirkan yang dapat hidup. Abortus adalah pengakhiran kehamilan sebelum janin dapat hidup diluar, berat janin < 500 gram dan usia kehamilan < 20 minggu (Sarwono, 2005: 180).
Pembagian Waktu Persalinan yaitu: Kala I Persalinan; dimulai sejak terjadinya kontraksi uterus yang teratur dan meningkat (frekuensi dan kekuatanya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm), kala ini dibagi 2 yaitu fase laten, pembukaan 1-3 cm dan fase aktif pembukaan 4-10 cm. Kala II Persalinan; dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala Ketiga Persalinan. Kala III; persalinan dimulai segera setelah kelahiran bayi sampai lahirnya plasenta, yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Kala IV; mulai dari lahirnya plasenta sampai 2 jam. (Saiffudin, 2006: 101)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar